Sejak saya kecil saya selalu tertarik untuk mencoba semua
transportasi yang belum pernah saya naiki, termasuk perahu dengan ukuran
kecil atau biasa disebut dengan perahu “Klotok”, perahu berukuran kecil
di Indonesia memiliki beberapa sebutan nama, jika di Bali orang biasa
menyebutnya “Jukung” dan di Makassar biasa dijuluki “Lepa–Lepa”.
Sebagian besar perahu tadi adalah milik nelayan untuk mencari ikan.
Bersama dengan satu komunitas yang peduli dengan lingkungan, budaya,
sejarah, dan pariwisata bernama “Jelajah” Kamis, 24 Desember 2015 kami
melakukan perjalanan menelusuri sungai terbesar di Kalimantan Timur,
yaitu sungai Mahakam dengan menggunakan perahu klotok dengan biaya
akomodasi Rp 25.000,00/orang. Melalui grup facebook “JELAJAH” tim
Jelajah membuat keputusan untuk membuat titik kumpul di Masjid Raya
Darussalam Samarinda yang terletak di sekitar kawasan pasar pagi pada
pukul 15.30 WITA. Kurang lebih 100 orang anggota komunitas jelajah telah
saling bertemu di titik kumpul, mulai dari anak-anak, remaja, hingga
dewasa membaur menjadi satu, sebelum memulai perjalanan menyusuri sungai
Mahakam semua anggota berkumpul dan mendapatkan penjelasan dari
koordinator penyelenggara acara pada sore hari itu, tak lupa setelah
koordinator memipin untuk berdo’a agar perjalanan dipermudah, diberi
kelancaran dan keselamatan, serta menjadi perjalanan yang berkesan
menyenangkan.
Dengan perasaan senang dari awal kami beranjak
berjalan menuju dermaga dimana perahu-perahu klotok yang akan kami
tumpangi bersandar. 4 kapal klotok telah dipersiapkan untuk menjadi
saksi perjalanan kami. Perahu klotok yang kami tumpangi memang khusus
untuk melayani wisata susur sungai Mahakam. Perahu klotok besar
dilengkapi dengan stir seperti kendaraan roda empat dan dikemudikan oleh
seorang motoris, sementara satu orang di belakang bertugas mengarahkan
baling-baling dan membuang air sungai yang masuk ke dalam perahu.
Karena menempuh perjalanan jauh dan untuk mengurangi sengatan matahari,
perahu klotok berukuran besar ini memiliki atap yang terbuat dari kayu
dan dilapisi dengan terpal plastik yang diikatkan pada kerangka besi
yang dibuat melengkung dan melintang dari sisi kiri–kanan perahu.
Para penumpang biasanya duduk di deretan depan dan tengah perahu,
sementara itu barang-barang bawaan atau belanjaan diletakkan di bagian
belakang, namun tak dapat dielakkan banyak yang juga ingin merasakan
suasana menyenangkan diatas atap kapal. Sehingga tak perlu heran lagi
apabila melihat foto-foto kami dimana kebanyakan anggoa Jelajah memilih
untuk menikmati pemandangan sungai dari atas kapal. Dan untuk para
penumpang, jangan lupa membawa bekal minuman dan makanan ringan
secukupnya, karena hempasan angin dan deru suara mesin perahu di
sepanjang perjalanan membuat perut cepat lapar.
Sepanjang
perjalanan, kami disuguhi berbagai macam pemandangan indah mulai dari
masjid Islamic Centre Samarinda, rumah-rumah warga yang berada dipinggir
sungai, serta pohon-pohon yang rindang. Perahu melaju melalui rute
pertama melewati bawah dari jembatan Mahakam selepasnya kita dapat
menyaksikan kekokohan dari mall yang terbesar di Samarinda tak lain
adalah Bigmall, selanjutnya menuju ke jembatan Mahulu, sekitar 30-45
menit kami menyusuri sungai yang meliuk-liuk kami akhirnya melewati
jembatan Mahulu dan berputar kembali melalui jembatan Mahakam menuju ke
arah jembatan Mahkota 2 yang mana pembangunannya belum terselesaikan,
ketika kami melewati rumah warga di sekitar Samarinda Seberang kami
melihat pemandangan yang rasanya kami juga ingin melakukannya, kami
melihat anak-anak dan warga sekitar yang tinggal di pinggir sungai
melompat-lompat terjun bermain disungai, mereka berenang sambil tertawa
sesuka hati, kami seluruh rombongan yang ada saat itu membentangkan
spanduk komunitas kami dan berusaha menyapa semua yang warga yang
melihat kami melintas, respon mereka juga balik menyapa kami yang terus
berteriak-teriak,”Haiiiii…. Haiiiiii…!!!” sambil melambai-lambaikan
tangan bak Miss Universe.
Dikala perjalanan menuju jembatan
mahkota 2 sekali lagi Tuhan menunjukkan kuasaNya atas alam ini, tak
hanya pantai atau bukit tempat untuk melihat sunset nan cantik. Saat
traveling menggunakan perahu, pemandangan matahari terbenam tak boleh
terlewatkan begitu saja, didalam hati bergumam,”Lihatlah! Sang Surya
tenggelam di garis cakrawala di ujung sana.”. Kami melihat pemandangan
cantik yang ada di depan sepasang mata kami masing-masing. Pemandangan
matahari terbenam yang terlihat memancarkan cahaya kuning dan bentuknya
seperti bola. Langitnya pun berwarna kemerahan memantulkan cahaya
keemasan di sungai Mahakam. Cukup satu kata “Mempesona”.
Eksotisme sungai mahakam sudah terlihat dari liukannya dalam sepanjang
kita menyusuri sungai ini walaupun hanya sekilas seperti kedipan mata
dari besarnya sungai Mahakam, setidaknya seperti tampak pada Google
Earth atau terlihat dari pesawat jelang mendarat. Sungai Mahkam lebih
memberikan nilai romantisme jika malam tiba, apalagi jika cuaca cerah.
Diantara suara aliran sungai yang tampak tenang, sesekali terlihat
kerlap-kerlip lampu kapal menyusuri Mahakam. Mahakam menjanjikan potensi
besar untuk dikembangkan, bukan hanya untuk bisnis tetapi juga dapat
menjadi magnet baru bagi dunia wisata di Samarinda. Mungkin Samarinda
bisa mengambil inspirasi dari Bangkok yang mampu mengemas sungainya,
Chao Phraya River menjadi salah satu daya tarik wisatanya. Dengan
kemasan yang lebih baik, penataan bangunan di pinggir sungai, dukungan
infrastruktur, Samarinda tidak lagi hanya mengandalkan lokasi-lokasi
wisata di daratan untuk dijadikan pemikat wisatawan, karena Mahakam
sudah menunjukkan eksotisme yang sesungguhnya.
Setelah itu kami
telah mengitari jembatan mahkota 2 langit sudah berganti gelap, kemerlap
lampu mulai terlihat disepanjang sungai, tak kalah kami ingin menutup
perjalanan kami dengan keindahan yakni dengan menyalakan kembang api
yang seperti cahaya suar, lengkap sudah perjalanan kami hari itu kami
kembali menuju ke dermaga dan menutup perjalanan kami dengan do’a.
Satu lagi yang sebenarnya tak boleh kita lupakan bahwasannya,
Perjalanan yang menyenangkan adalah perjalanan yang juga memperhatikan
safety. Karena, seharusnya masing-masing dari kami harus mengenakan
pelampung terutama bagi yang kami yang naik diatas kapal, ini menjadi
koreksi untuk kami dari tim Jelajah untuk safety first. Maka dari itu
diharapkan pemerintah dapat membantu memberikan subsisdi kepada para
pemilik kapal agar dapat mengakomodosikan keutamaan peralatan keamanan
dan peralatan P3K guna mengantisipasi terjadinya kecelakaan, serta
melakukan perbaikan secara berkala, sehingga dapat mengembangkan wisata
klotok di sepanjang sungai Mahakam Samarinda.
Sekian dari tim Jelajah, SALAM JELAJAH! SALAM TANGGUH!
Tulisan ini dibuat oleh PRILY HARSIANI
Visi : komunitas peduli lingkungan, sejarah, budaya dan pariwisata. Misi : 1. Menjelajahi, mendokumentasi dan membagi tulisan, foto, lukisan, karikatur dan sejenisnya sebagai aspirasi, inspirasi, kreativitas dan inovasi demi kelestarian dan pengembangan lingkungan.